Cinta dan Tanggung Jawab Keluarga


Meskipun untuk jatuh cinta orang tidak perlu belajar, tapi kita harus belajar cara mencintai orang dengan sehat. Itulah sebabnya cinta membutuhkan aturan. Even love needs rules. Cinta juga adalah sebentuk tanggung jawab. Ya, cinta adalah tanggung jawab. Ketika kita berani mencintai seseorang atau sesuatu, maka kita sudah harus mendampinginya dengan tanggung jawab.

Kecintaan seseorang kepada dirinya sendiri, akan memberikan rasa tanggung jawab bahwa ia harus menjaga dan merawat dirinya sendiri. Baik secara fisik maupun mental. Ketika kita mencintai harta yang kita miliki, maka kita akan punya tanggung jawab untuk menjaga dan merawatnya. Begitu pun ketika kita mencintai seseorang; mencintai calon istri atau calon suami, mencintai anak kita, mencintai istri atau suami kita, mencintai orangtua, maka semua itu pasti melahirkan tanggung jawab. Kita akan merawatnya agar cinta yang kita taburkan bersih, suci, dan kita berkomitmen sebagai bentuk dari tanggung jawab bahwa kita berusaha untuk tak akan pernah mencederainya atau menodainya.

Cinta mulai tumbuh pertama kali di saat pubertas
Dalam perkembangan fisik dan jiwa manusia, para pakar psikologi mengenalkan istilah “masa pubertas” atau puber. Menurut para ahli perkembangan jiwa, usia remaja mengalami pubertas adalah pada usia 14 - 16 tahun. Masa ini disebut juga “masa remaja awal”, dimana perkembangan fisik mereka begitu menonjol. Remaja sangat cemas akan perkembangan fisiknya, sekaligus bangga bahwa hal itu menunjukkan bahwa ia memang bukan anak-anak lagi.

Pada masa ini, emosi remaja menjadi sangat labil akibat dari perkembangan hormon-hormon seksualnya yang begitu pesat. Keinginan seksual juga mulai kuat muncul pada masa ini. Pada remaja wanita ditandai dengan datangnya menstruasi yang pertama, sedangkan pada remaja pria ditandai dengan datangnya ‘mimpi basah’ yang pertama.

Remaja akan merasa bingung dan malu akan hal ini, sehingga orangtua harus mendampinginya serta memberikan pengertian yang baik dan benar tentang seksualitas. Jika hal ini gagal ditangani dengan baik, perkembangan psikis mereka khususnya dalam hal pengenalan diri/gender dan seksualitasnya akan terganggu. Kasus-kasus gay dan lesbi banyak diawali dengan gagalnya perkembangan remaja pada tahap ini. Termasuk pendidikan seks yang beradab sangat dibutuhkan bagi remaja agar mereka tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas hingga melakukan seks pranikah. Ketidaktahuan dalam masalah seks juga bisa berakibat fatal dalam menyikapi akibat-akibat setelah melakukan seks bebas. Kasus aborsi dan penyakit menular seksual misalnya, adalah satu contoh betapa remaja banyak yang awam dengan masalah ini. Padahal bahaya secara medis sangat mengancam dirinya, belum lagi jika kita bicara tentang dosa.

Di samping itu, remaja mulai mengerti tentang gengsi, penampilan, dan daya tarik seksual. Karena kebingungan mereka ditambah labilnya emosi akibat pengaruh perkembangan seksualitasnya, remaja sukar diselami perasaannya. Kadang mereka bersikap kasar, kadang lembut. Kadang suka melamun, di lain waktu dia begitu ceria. Perasaan sosial remaja di masa ini semakin kuat, dan mereka bergabung dengan kelompok yang disukainya dan membuat peraturan-peraturan dengan pikirannya sendiri.

Pentingnya para orangtua memperhatikan perkembangan anak-anaknya ini agar mereka tak salah jalan dalam menjalani kehidupannya, sehingga mereka bisa mengekspresikan cintanya di jalur yang benar sesuai syariat Islam. Tidak ‘masa bodoh’ dengan urusan cinta dan seks. Tapi mereka tumbuh menjadi generasi yang sehat, cerdas, peduli dan taat syariat.

Mengajarkan tanggung jawab kepada remaja
Saat ini, paham hedonisme sudah menjadi bagian dari kehidupan kita. Dalam Kamus Inggris-Indonesia karangan John M. Echols & Hassan Shadily, “hedonism” diartikan sebagai “Paham yang dianut orang-orang yang mencari kesenangan semata-mata”. Suatu way of life alias jalan hidup yang mengedepankan kesenangan itu, meliputi pola pikir dan perasaan, penampilan lahiriah dan perilaku.

Hedonisme yang muncul dalam masyarakat kita saat ini memang bukan hanya pemilikan dan pemakaian barang mewah tapi juga penyalahgunaan narkoba (narkotika dan zat berbahaya lainnya), cara bergaul, hubungan seks bebas, biseks dan homoseks seperti kecenderungan sebagian dari masyarakat kita yang mengaku modern ini.

Mencari kesenangan tak dilarang, asalkan itu halal. Tapi jika haram, meski yang melakukan adalah diri kita sendiri, dan mungkin saja yang akan rusak adalah kesehatan kita sendiri, tapi bukan berarti hal itu boleh kita lakukan. Karena kita sendiri adalah milik Allah Swt. Dialah yang berhak atas tubuh kita sepenuhnya. Itu sebabnya, bunuh diri diharamkan, meminum miras dan mengkonsumsi narkoba diharamkan, berzina diharamkan, aborsi diharamkan. Padahal, kesemua itu adalah berkaitan dengan kita sendiri, tubuh kita sendiri. Tapi Allah Swt. melarang perbuatan yang seperti itu. Karena kita dinilai tidak amanah dalam menjaga dan merawat diri kita. Kita tak punya tanggung jawab jika berani menelantarkan diri kita sendiri.

Memberikan pemahaman kepada remaja agar mereka mengerti tentang tanggung jawab dalam kehidupannya adalah bagian dari tanggung jawab para orangtua (di rumah, di masyarakat dan juga negara) untuk menghasilkan generasi unggulan. Baik unggul secara kognitif (ilmu pengetahuan-umum dan agama), afektif (emosi/perasaan), psikomotorik (keterampilan), maupun perkembangan fisiknya yang sehat.

Dan khusus untuk cinta, remaja harus diajarkan tentang bagaimana menyikapi dan mengekspresikan cinta (termasuk pengetahuannya tentang seks) menurut tuntunan syariat Islam. Jangan memberi kesempatan kepada remaja untuk belajar tentang seks berdasarkan keinginannya sendiri. Tetapi harus dipantau dan diarahkan oleh para orangtua dan sebisa mungkin memberikan jalur yang benar berkaitan dengan informasi seputar pendidikan seks yang beradab. Termasuk harus dipahamkan bahwa cinta tak sama dengan seks. Ini untuk memberikan bimbingan bahwa, ketika merasakan jatuh cinta kepada lawan jenis, bukan berarti harus dilampiaskan dengan melakukan hubungan seksual pranikah. Karena rasa cinta dengan mengekspresikan cinta adalah sesuatu yang berbeda. Rasa cinta adalah bagian dari penampakan naluri mempertahankan jenis, sementara mengekspresikan cinta adalah upaya pemenuhan dari naluri mempertahankan jenis/melestarikan keturunan.

Sebagai orangtua tentu kita sangat mendambakan anak-anak kita tumbuh sehat, kuat, cerdas, shaleh, dan berbakti kepada orangtuanya. Itu tanggung jawab kita untuk mewujudkannya. Tentu saja, agar keinginan kita semua bisa terwujud nyata dan nampak manfaatnya, dibutuhkan kerjasama semua pihak; keluarga, masyarakat, dan juga negara.

Semoga kita bisa mengelola rasa cinta ini dengan penuh tanggung jawab. Baik sebagai individu maupun keluarga. Semoga kasus seks bebas dan aborsi yang bermula dari kesalahan memahami cinta tak terulang kembali. Sebaliknya, kita semua menjadi hamba-hamba Allah yang berserah diri kepadaNya dengan penuh cinta. Wallahu’ala


Share this article :
 
0 Komentar Blog
Tweets
Komentar FB

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Cinta Untuk Semua - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger